Onah Lasmanah

Published by: kickandy
Onah Lasmanah adalah anak petani. Tahun 1974, sewaktu sekolah SD ia pernah menggantikan posisi asahnya di kelompok tani, dan mengikuti latihan konservasi. Namun ia tak bisa menjadi anggota kelompok tani tersebut karena kelompok tersebut khusus bagi kaum lelaki.

Tahun 1977 ia membangun kelompok tani khusus perempuan yang ia beri nama Harum Sari Manis. Dari pelajaran sekolah, ia mengaku mendapat pengetahuan tentang ilmu kehutanan dan menerapkannya dalam kelompok ini. “Saya menerapkan system integrasi , yakni di bagian atas hutan menanam kayu, dibawahnya tanaman perkebunan, lalu tanaman hortikultura, dibawahnya lagi lumbung hidup pertanian, dan paling bawah tanaman farmasi untuk obat-obatan,� ujarnya saat tampil di Kick Andy.

Onah juga sempat dianggap gila, karena pernah menaruh sejumlah dedaunan kering yang sedang diproses menjadi bahan herbal di kamarnya. Tapi kini, masyarakat malahikut tergerak untuk mengolah tanaman obat menjadi jamu tradisional.

Kini kelompok tani yang didirikan Onah itu sudah bisa memberikan manfaat yang besar bagi perekonomian penduduk dan juga kelestarian alam.
Read more...
Category:

Dr. Joserizal Jurnalis, SpBO

Published by: kickandy
Meski profesinya dokter bedah tulang, tapi sebagian besar kehidupannya digunakan untuk menjadi relawan.
Misi kemanusiaan pertama Joserizal adalah menjadi relawan medis untuk korban konflik di Tual, Maluku Tenggara. Berawal dari keprihatinan, karena tenaga medis yang terjun ke wilayah tersebut bersikap tidak netral. ”Kebanyakan tenaga medisnya bersikap tidak netral, tidak mau menolong orang yang berbeda agama, padahal ini kan misi kemanusiaan,” ungkapnya. Selama 3 minggu berada di Maluku, Jose mengaku mendapatkan pengalaman yang tidak terlupakan.
Gempa bumi dan tsunami di Aceh (27 Desember 2004-3 Januari 2005)
Saat terjun ke Aceh merupakan kerja berat bagi Jose. ”Saya tidak terjun sebagai ahli bedah tulang, tetapi juga negosiasi, nayi air bersih , makanan, dll. Waktu itu banyak korban yang meninggal karena tidak minum,” kayanya. Di Aceh, Jose juga membantu dalam proses negosiasi kasus wartawan Ersa Siregar dan Ferry Santoro dengan GAM. ”Berunding dengan GAM di pinggir kota Langsa, dekat hutan. Lepas kejadian itu, anak buah Isa Daud, pemimpin GAM minta duit ke MER-C sebesar 100 juta. Ancaman kepada saya sering saya terima, karena saya sudah masuk ke wilayah-wilayah yang sensitif,” terang Jose.


Afganistan (Tim I): 29 Oktober 2001 (tentara Taliban vs Amerika)
Saat itu Amerika sudah menguasai Khabul. ”Situasi saat itu kami banyak dihadapkan dengan korban luka-luka akibat senjata api, ranjau, rudal. Banyak yang dalam kondisi parah. Kota itu di bom habis-habisan, dan kami menangani korban di rumah sakit,” kata Jose.

Afganistan Tim II: 14 Mei 2002
Saat itu Amerika sudah ada di Khandahar—masuk melalui Khabul. Thaliban menyarankan kepada kami untuk segera keluar dari Afganistan. ”Saat itu saya sudah menjadi incara tentara Amerika, karena saya selalu masuk ke wilayah-wilayah sensitif. Thaliban berkata kepada saya bahwa tetua suku mereka meminta mereka untuk mengawal saya dan tim keluar dari Afganistan. Kami dikawal melewati jalan tikus, agar lepas dari ancaman ranjau. Mereka memberitahu kepada kami untuk tidak ke Khandahar, karena di sana Amerika memasang bom karpet. Yang kalau kena, kaki kita sampai sebatas lutut bisa terpotong!,” terang Jose. Jose memutuskan berpisah dengan rombongan. ”Saya berpisah dengan tim dari RI, dan pergi ke Khandahar. Saat itu saya berpikir bahwa di Khandahar pasti banyak korban luka-luka,” jelasnya

Irak-Bagdad: 1-12 April 2003
Jose dan tim medis datang ke Irak melalui Yordania. ”Jam 2 siang kami mendarat di Yordania, dan tidak diijinkan masuk. Setelah negosiasi dan perdebatan yang alot selama 5 jam—menjelaskan bahwa kami adalah tim kemanusiaan, kami diberi visa dan diijinkan masuk Irak. Mobil ambulance MER-C dicek d semua bagian. Keesokan harinya kami jalan keperbatasan. Dan jarak dari perbatasan Yordania-Irak dengan Bagdad itu 100 kilometer. Selama perjalanan yang terlihat hanya padang pasir,” jelasnya.
Tiba di Al Kimbi Hospital Jose langsung menangani pasien yang kebanyakan mengalami lika akibat tembakan. ”Ada anak yang berumur 10 tahun yang kepalanya kena tembak dengan senjata otomatis. Otaknya sampai kelihatan.Kami tangani, tetapi ia tidak selamat,” katanya. Setelah beberapa waktu Jose dan tim medis bekerja di Al Kimbi Hospital, kondisi Bagdad semakin parah dan persedian medis menipis. ”Persediaan obat-obatan kami habis. Kami berupaya untuk mencari dan membeli di Yaman—yang tekenal dengan harga obat yang murah. Namun timbul masalah, karena perjalanan harus melalui Siria. Sulit mengurus cukai obat dan visa dari Siria ke Yordania. Setelah diskusi bahwa ini adalah misi kemanusiaan, maka kami diperbolehkan masuk Irak,” jelas Jose. Setelah porak poranda, terjadi penjarahan dan pertikaian antar kelompok Jose dan tim memutuskan kembali ke tanah air. ”Situasi semakin sulit diidentifikasi, antara intelejen, sipil, petugas kemanusiaan, dll. Terjadi konflik horizontal. Karena itu kami kembali ke Yordania, menunggu situasi. Tetapi ternyata tidak kondusif, kami tidak mungkin kembali ke Bagdad, sehingga kami putuskan untuk pulang ke Indonesia,” terang Jose.

Iran (Gempa bumi yang menyebabkan lebih dari 50.000 korban jiwa): 1 Januari 2004
Saat itu terjadi masalah gempa bumi di Iran. ”Saya mendengar bahwa Indonesia akan menyerahkan bantuan ke Iran dalam bentuk uang. Saya langsung telepon Pak Yusuf Kalla, mengatakan bahwa Indonesia seharusnya mengirim tenaga medis. Dan saya bersedia jadi relawan ke Iran dalam misi kemanusiaan itu,” katanya.
Dalam perjalanan menuju Iran terjadi kendala. ”kami berangkat menggunakan pesawat herkules yang sudah tua. Kami haruslanding di Kerman, karena baling-baling pesawatnya nggak mau bekerja. Tetapi kemudian hidup kembali karena diterpa angin, kita semua lari-lari mengejar pesawat dan masuk ke dalam pesawat. Saat take off saya merasakan pesawat bergerak aneh karena terpaksa menaikkan ketinggian dengan cepat. Itu adalah perjalanan yang luar biasa. Saya sempat merasa ketakutan, takut jatuh!,” ungkap Jose.

Dari Kerman terbang menuju Bam. ”Di Bam kami bertemu dengan pejabat di sana, ngobrol, dan akhirnya kita buka tenda darurat, poliklinik, tenda pengungsian dan melakukan operasi. Masuk minggu ke-3 di Bam, saya merasa bahwa yang kami lakukan tidak efektif karena yang berobat kebanyak orang-orang kaya, bukan korban sipil. Saya bilang kepada komandan di sana bahwa saya harus kembali ke Indonesia. Saya di telepon supaya saya kembali. Di minta menjadi negosiator, berunding dengan GAM,” jelas Jose.

Kashmir-Pakistan (gempa bumi): 13-27 Oktober 2005
Jose mendarat di kota Lahor. ”Saya dijemput oleh kotak person kami dan pergi ke Muzaffarabad. Kemudian ditempatkan di pusat gempa. Saya melakukan operasi di wilayah terbuka. Saat itu musim dingin, dan bulan puasa. Kami melakukan operasi dan memberikan pelayanan medis selama 24 jam non-stop. Sangat melelahkan!. Setelah 17 hari, kami dideportasi. Kembali ke Indonesia melalui Muaffarabad,” jelas Jose.
Libanon (perang antara Israel dengan Hizbullah): 10 Juli-14 Agustus 2006
Masuk ke Libanon melalui Suriah, kemudian ke Beirut. ”Kami bikin basecamp selama 2 hari. Kompleks Hizbullah dihancurkan oleh Israel. Tenaga medis dan penangaannya sudah baik. Hizbullah lebih cekatan dalam menangani korban. Kami hanya menangani korban yang tersisa saja. Setelah 3 minggu membantu korban perang, kami pulang ke Indonesia,” tuturnya.

Gaza-Palestina: Desember 2008-31 Januari 2009
MER-C, Departemen Kesehatan dan wartawan Indonesia bergabung melakukan misi kemanusiaan ke Palestina. ”Saya ditelepon, diminta membantu. Misi pertama itu ke Yordania. Dan rencananya bantuan hanya diserahkan kepada duta besarnya di kantor perwakilan. Kemudian saya mengatakan bahwa bantuan tersebut seharusnya langsung diserahkan kepada masyarakat,” kata Jose.
Jose mengaku merasa mendapat amanah untuk melakukan sesuatu yang lebih untuk orang lain. Banyak yang bertanya kepada saya kalau mau melakukan sesuatu mengapa tidak di Indonesia, seperti di Jakarta banyak korban banjir?! Persoalan yang menjadi pertimbangan adalah urgency, walaupun di Jakarta juga banyak yang harus ditolong.



Read more...

Sariban Kecintaanya terhadap lingkungan

Published: kickandy
Setelah pensiun dari pegawai kebersihan di RS. Cicendo Bandung, Sariban tak mengghentikan aktivitasnya dalam membesihkan sampah. Bahkan secara rutin setiap senin hingga sabtu, ia melakukan patroli keliling kota memunguti setiap sampah yang mengotori kota dan mencabuti paku yang menancap di pohon. Baginya, pohon harus bersih dari paku agar kehidupannya tak terganggu.

Sepedah tua yang sudah di-design khusus sebagai sepeda patrol kebersihan menemaninya setiap hari. Ia tak peduli ketika banyak orang menganggapnya gila. Bahkan salah satu putranya sempat malu mengakui sebagai ayahnya.

Sariban akan mudah kita temui di tengah-tengah acara perhelatan seperti demostrasi massa. Bukan untuk ikut berdemo, tapi untuk memunguti sampah-sampah yang berserakan
Read more...

Ciptono - Guru Kebutuhan Khusus

Published by: kickandy
Ia adalah sosok guru yang sangat peduli pada perkebanganan anak-anak berkebutuhan khusus.SLB Negeri Semarang, tempat dimana dia menjabat sebagai Kepala Sekolah sekarang dirintis sejak tahun 2002. Awalnya, dia membuka SLB di ruangan balai RW dekat rumahnya, kemudian pindah disamping garasi rumahnya selama lebih kurang 3 tahun lamanya.

Pada Februari 2005, mereka mendapat tawaran untuk mengembangkan SLB dan mereka pindah ke tempat baru dengan total siswa 30 siswa dan 9 guru binaan dari rumahnya. Karena belum ada dana dari pemerintah guru-guru yang mengajar diurus oleh orang tua murid, Ciptono memindahkan barang-barangnya sendiri seperti peralatan masak dan meja. Tahun 2006, dana dari pemerintah datang dan seiring perkembangannya pada tahun 2008, SLB Negeri Semarang sudah memiliki 242 siswa dan 60 guru


Gaji yang diterima oleh para guru berasal dari dana BOS, pemerintah dan dari hasil unit usaha mereka seperti penjualan pulsa, VCD pertunjukan ABK yang berbakat, menjual rumput dari lapangan belakang sekolah yang mereka budidayakan serta menjual makanan seperti kerupuk.

Menurut Ciptono SLB Negeri Semarang membina anak-anak tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa dan autis. Selain itu, mereka juga mempunyai beberapa bengkel pelatihan seperti tata boga, pertukangan, otomotif, busana, electricitydan pertamanan. Jadi bagi anak-anak yang tidak mempunyai kemampuan akademis, mereka diarahkan dan dididik ketrampilan. Di sekolah tersebut, Ciptono berkomitmen dengan mempekerjakan 20% karyawan yang merupakan penyandang cacat dan lulusan SLB. Hal ini dilakukannya untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka juga bisa bekerja. Selain itu, juga untuk menumbuhkan kepercayaan diri anak-anak lainnya. Ciptono menambahkan, diantara penyandang cacat tersebut ada yang menjadi asisten di bidang otomotif dengan gaji Rp. 200.000-250.000. Terkadang ada juga yang gajinya berasal dari orang tua mereka namun dititipkan kepada pihak sekolah.

Ciptono lulus dari IKIP Yogyakarta tahun 1987, Ciptono mengajar di SLB Wantu Wirawan Salatiga dengan gaji Rp. 5000/bulan ditambah Rp. 700 untu transport. Uang yang diterimanya habis dalam waktu 5 hari. Untunglah, untuk ongkos transportasi sehari-hari, Ciptono dibantu oleh ayahnya, Jayin Hartowiyono yang merupakan pemilik armada bus Gotong Royong dan Hidayah di Salatiga. Ciptono sendiri dibesarkan oleh neneknya dengan pendidikan “keras”. Menurut pengakuannya, neneknya mendidiknya untuk mencintai sesama, khusunya mereka yang tidak mampu dan berkekurangan.

Ibunya sendiri sudah meninggal dunia sejak ia berusia 3 tahun. Salah satu nilai yang diajarkan neneknya adalah “bantulah orang lain disaat kamu bisa membantu”. Pesan ini begitu terpatri dalam benak Ciptono sehingga dia begitu menunjukkan totalitasnya untuk pendidikan bagi ABK (Anak berkebutuhan khusus). Ciptono juga ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa ABK mempunyai kemampuan luar biasa Ditambahkannya, jiwa sosialnya untuk menolong ABK muncul sejak lulus SMA tahun 1982. Awalnya, Ciptono sempat mendaftar di Kedokteran UGM namun tidak diterima. Kemudian, dia memutuskan untuk mendaftar di IKIP Yogyakarta jurusan Pendidikan Luar Biasa.

Ciptono juga merupakan perintis untuk 3 sekolah. Salah satunya yaitu SLB Bina Harapan membantu anak-anak yang berkesulitan dalam belajar. Di sekolah ini, dibuka kelas khusus yang merupakan tempat bagi anak-anak yang seharusnya bersekolah di SLB namun orang tuanya masih belum bisa menerima keadaan anaknya. Oleh karena itu, di sekolah ini, para orang tua diberi pengertian lebih dahulu agar dapat bisa menerima anaknya bersekolah di SLB. Ciptono pun selalu mengatakan kepada guru-guru yang lain bahwa “ dibalik kekurangan ada kelebihannya”.



Read more...